Rabu, 25 November 2009

kombinasi makanan serasi

KOMBINASI MAKANAN SERASI

Bangun : 1-2 gelas air putih campur sedikit jeruk nipis (tanpa gula).

Pagi : Aneka buah/Jus tanpa gula bervariasi (kecuali nangka, durian, apokat dan pisang) + roti (1 tangkap) / nasi (3 sdm) / bubur (6 sdm).

Siang : Nasi (3-4 sdm) + sayur (1 piring) + lauk (1-2 potong) + buah.


PETUNJUK UMUM
  • Pada malam hari sebaiknya berhenti makan 3 jam sebelum tidur
  • Dianjurkan banyak minum air putih
  • Makanan yang di anjurkan, yaitu makanan yang berlemak dan makanan yang manis seperti lemak hewan, usus, sosis, cake, tarcis, es krim, gula, permen, coklat, dodol, sirup, susu kental manis, dsb
  • Makanan yang dibatasi, seperti: Nasi, lontong, ketan, lupis, jagung, roti, ubi, singkong, talas, sagu, mie, biscuit, bihun, macaroni dan makanan yang dibuat dari tepung-tepungan.
  • Makanan yang dianjurkan:
  1. Sayuran : Terutama dalam betuk mentah, dikukus dan direbus
  2. Buah : Kecuali alpukat, pisang, durian, nangka yang hanya boleh dimakan dalam jumlah terbatas.
  • Olah raga teratur, jalan 5-6 x/minggu setengah jam.

Senin, 09 November 2009

TUGAS EKONOMI KOPERASI

BAB II

PEMBAHASAN

Koperasi berasal dari kata-kata latin : Cum yang berarti “dengan” dan operasi yang berarti “bekerja”. Dari dua kata tersebut diperoleh arti secara umum “bekerja dengan orang-orang lain, atau kerja bersama-sama orang-orang lain untuk suatu tujuan atau hasil tertentu.”

Dua macam koperasi :

1. Koperasi Sosial, yaitu koperasi yang dilakukan berdasar tolong-menolong baik untuk kepentingan umum maupun pribadi.

2. Koperasi Ekonomi, yaitu koperasi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa.

Pada masa Orde Baru, koperasi diatur oleh :

1. UUD 1945 pasal 33

2. UU No.12 tahun 1967

3. Instruksi Presiden RI no.2 tahun 1978

4. TAP MPR no.II 1983 (bab 3 huruf A no.14 dan huruf D no.30, ekonomi no.8)

5. Lain-lain peraturan atau keputusan-keputusan yang erat hubungannya dengan perkoperasian.

Dalam penjelasan UUD pasal 33, dikemukakan bahwa asas yang dimiliki koperasi :

1. Asas Demokrasi Ekonomi

2. Asas Kekeluargaan

3. Asas Kebersamaan

4. Asas Keadilan Sosial

Koperasi Indonesia berdasarkan UU pokok perkoperasian no.12 tahun 1967

“Pemanfaatan kekayaan alam tersebut oleh rakyat Indonesia diselenggarakan dengan susunan ekonomi atas asaas kekeluargaan dan kegotongroyongan.”

Dalam UU no.12 tahun 1967 diatur mengenai antara lain :

1. Landasan Koperasi :

Secara implisit disebutkan dalam BAB II pasal 2 ayat 1 mengenai landasan idiil koperasi Indonesia adalah Pancasila. Pasal 2 ayat 2 mengenai landasan struktural koperasi Indonesia adalah UUD 1945 dan landasan geraknya adalah pasal 33 ayat (1) UUD 1945 beserta penjelasannya. Pasal 2 ayat 3 mengenai landasan mental kperasi Indonesia adalah setia kawan dan kesadaran pribadi.

2. Pengertian dan Fungsi Koperasi

Koperasi Indonesia adalah kumpulan dari orang yang sebagai manusia secara bersama-sama bergotong royong berdasarkan persamaan, bekerja untuk memajukan kepentingan-kepentingan ekonomi mereka dan kepentingan masyarakat.

Fungsi koperasi dalam pasal 4 UU no.12 tahun 1967

  1. Alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat
  2. Alat pendemokrasian ekonomi Nasional
  3. Sebagai salah satu urat nadi perokonomian bangsa Indonesia
  4. Alat pembina insan masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi bangsa Indonesia serta bersatu dalam mengatur tata laksana perokonomian rakyat.

Struktur Organisasi Koperasi

Rapat Anggota

Pengurus

Manajer

Bid. Keuangan Bid. Pemasaran Bid. Produksi Bid. Administrasi

Pemahaman Masalah

Menurut Sritua Arief (1997), ada tiga pendapat yang hidup di kalangan masyarakat mengenai eksistensi unit usaha koperasi dalam sistem ekonomi Indonesia. mengutarakan perlunya mengkaji ulang apakah koperasi masih perlu dipertahankan keberadaannya dalam kegiatan ekonomi.

Bahwa unit usaha koperasi dipandang perlu untuk dipertahankan sekadar untuk tidak dianggap menyeleweng dari UUD 1945.

Bahwa koperasi sebagai organisasi ekonomi rakyat yang harus dikembangkan menjadi unit usaha yang kukuh dalam rangka proses demokratisasi ekonomi.

Ketika negara Republik Indonesia ini didirikan, para founding fathers memimpikan suatu negara yang mampu menjamin hajat hidup orang banyak dan diusahakan secara bersama. Hal itu, tidak mengherankan, sebab pemikiran dan gerakan sosialisme memang sedang menjadi trend pada waktu itu, untuk melawan para pengusaha kapitalis dan kolonialis yang dianggap membawa penderitaan di kalangan buruh, tani dan rakyat kecil lainnya.

Tampak bahwa cita-cita membentuk negara Republik Indonesia, adalah untuk kemakmuran semua orang dengan bangun usaha yang diusahakan secara bersama; “koperasi”. Karena itu, dalam penjelasan Pasal 33 UUD 1945 disebutkan, “…Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi”.

Koperasi dalam Dualisme Sistem Ekonomi Indonesia.

Menurut Hatta (1963), sosialisme Indonesia timbul karena tiga faktor.

Pertama, sosialisme Indonesia timbul karena suruhan agama. Etik agama yang menghendaki persaudaraan dan tolong menolong antara sesama manusia dalam pergaulan hidup, mendorong orang ke sosialisme. Kemudian, perasaan keadilan yang menggerakkan jiwa berontak terhadap kesengsaraan hidup dalam masyarakat,terhadap keadaan yang tidak sama dan perbedaan yang mencolok antara si kaya dan si miskin, menimbulkan konsepsi sosialisme dalam kalbu manusia. Jadi, sosialisme Indonesia muncul dari nilai-nilai agama, terlepas dari marxisme. Sosialisme memang tidak harus merupakan marxisme. Sosialisme disini tidak harus diartikan sebagai hasil hukum dialektika, tetapi sebagai tuntutan hati nurani, sebagai pergaulan hidup yang menjamin kemakmuran bagi segala orang, memberikan kesejahteraan yang merata, bebas dari segala tindasan.

Kedua, sosialisme Indonesia merupakan ekspresi daripada jiwa berontak bangsa Indonesia yang memperoleh perlakuan yang sangat tidak adil dari si penjajah. Karena itu dalam Pembukaan UUD 1945 dikatakan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Lebih lanjut Pembukaan UUD 1945 juga mengatakan, “…mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur“.

Ketiga, para pemimpin Indonesia yang tidak dapat menerima marxisme sebagai pandangan yang berdasarkan materialisme, mencari sumber-sumber sosialisme dalam masyarakat sendiri. Bagi mereka, sosialisme adalah suatu tuntutan jiwa, kemauan hendak mendirikan suatu masyarakat yang adil dan makmur, bebas dari segala tindasan. Sosialisme dipahamkan sebagai tuntutan institusional, yang bersumber dalam lubuk hati yang murni, berdasarkan perikemanusiaan dan keadilan sosial. Agama menambah penerangannya. Meskipun dalam ekonomi modern gejala individualisasi berjalan, tetapi hal itu tidak dapat melenyapkan sifat perkauman (kolektivan) di dalam adat (dan hukum adat) Indonesia.

Jadi, dasar ekonomi Indonesia adalah sosialisme yang berorientasi kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa (adanya etik dan moral agama, bukan materialisme); kemanusiaan yang adil dan beradab (tidak mengenal pemerasan/eksploitasi manusia); persatuan (kekeluargaan, kebersamaan, nasionalisme dan patriotisme ekonomi); kerakyatan (mengutamakan ekonomi rakyat dan hajat hidup orang banyak); serta keadilan sosial (persamaan, kemakmuran masyarakat yang utama, bukan kemakmuran orang-seorang).

Tetapi, setelah menempuh alam kemerdekaan, terlebih pada era Orde Baru, paradigma yang berkembang dan dijalankan tidaklah demikian. Paradigma yang dijalankan dengan “sungguh-sungguh” adalah apa yang disebut Mubyarto dengan istilah “kapitalistik-liberal-perkoncoan” (selanjutnya disebut “KLP), atau dalam istilah Sri-Edi Swasono (1998a) disebut “rezim patronasi bisnis”, yang sesungguhnya lebih jahat dari kapitalisme kuno yang dikritik oleh Marx dalam bukunya “Das Kapital”. Sistem KLP tersebut menyebabkan tumbuh suburnya praktik kolusi, korupsi, kroniisme dan nepotisme (KKKN) dalam perekonomian Indonesia.

Jadi, permasalahan mendasar koperasi Indonesia terletak pada paradigma yang saling bertolak belakang antara apa yang dicita-citakan (Das Sollen) dan apa yang sesungguhnya terjadi (Das Sein). Selama paradigma ini tidak dibenahi, niscaya koperasi tidak akan dapat berkembang, ia hanya menjadi retorika.

Permasalahan Makroekonomi (Ekonomi Politik).

Tidak banyak negara yang memiliki “Departemen Koperasi” (Depkop). Indonesia adalah satu dari sedikit negara tersebut.

Hal itu terjadi karena adanya kontradiksi akut dalam pemahaman koperasi. Secara substansial koperasi adalah gerakan rakyat untuk memberdayakan dirinya. Sebagai gerakan rakyat, maka koperasi tumbuh dari bawah (bottom-up) sesuai dengan kebutuhan anggotanya. Hal itu sangat kontradiktif dengan eksistensi Depkop. Sebagai departemen, tentu Depkop tidak tumbuh dari bawah, ia adalah alat politik yang dibentuk oleh pemerintah. Jadi, Depkop adalah datang “dari atas” (top-down). Karena itu, lantas dalam menjalankan operasinya, Depkop tetap dalam kerangka berpikir top-down. Misalnya dalam pembentukan koperasi-koperasi unit desa (KUD) oleh pemerintah. Padahal, rakyat sendiri belum paham akan gunanya KUD bagi mereka, sehingga akhirnya KUD itu tidak berkembang dan hanya menjadi justifikasi politik dari pemerintah agar timbul kesan bahwa pemerintah telah peduli pada perekonomian rakyat, atau dalam hal ini khususnya koperasi.

Hal lain yang menandakan kontradiksi akut itu, adalah pada usaha Depkop (dan tampaknya masih terus dilanjutkan sampai saat ini oleh kantor menteri negara koperasi) untuk “membina” gerakan koperasi. Sebenernya kata “membina” sangatlah tidak tepat dan rancu. Koperasi tidak perlu “dibina”, apalagi dengan fakta bahwa “pembinaan” pemerintah selama ini tidak efektif. Yang diperlukan koperasi adalah keleluasaan untuk berusaha; untuk akses memperoleh modal, pangsa pasar, dan input (bahan baku).

Permasalahan Mikroekonomi.

:> Masalah Input.

Dalam menjalankan kegiatan usahanya koperasi sering mengalami kesulitan untuk memperoleh bahan baku. Salah satu bahan baku pokok yang sulit diperoleh adalah modal. Yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah permodalan ini adalah dengan memberikan keleluasaan bagi koperasi dalam akses memperoleh modal. Jangan dipersuli-sulit dengan bermacam regulasi. Biarkan koperasi tumbuh dengan alami (bukan direkayasa), belajar menjadi efisien dan selanjutnya dapat bertahan dalam kompetisi.

Pada sisi input sumber daya manusia, koperasi mengalami kesulitan untuk memperoleh kualitas manajer yang baik. Di sinilah campur tangan pemerintah diperlukan untuk memberikan mutu modal manusia yang baik bagi koperasi.

Masalah Output, Distribusi dan Bisnis.

:> Kualitas output.

Dalam hal kualitas, output koperasi tidak distandardisasikan, sehingga secara relatif kalah dengan output industri besar. Hal ini sebenarnya sangat berkaitan dengan permasalahan input (modal dan sumberdaya manusia).

:> “Mapping Product”.

Koperasi (dan usaha kecil serta menengah/UKM) dalam menentukan output tidak didahului riset perihal sumber daya dan permintaan potensial (potential demand) daerah tempat usahanya. Sehingga, dalam banyak kasus, output koperasi (dan UKM) tidak memiliki keunggulan komparatif sehingga sulit untuk dipasarkan.

:> Distribusi, Pemasaran dan Promosi (Bisnis).

Koperasi mengalami kesulitan dalam menjalankan bisnisnya. Output yang dihasilkannya tidak memiliki jalur distribusi yang established, serta tidak memiliki kemampuan untuk memasarkan dan melakukan promosi. Sehingga, produknya tidak mampu untuk meraih pangsa pasar yang cukup untuk dapat tetap eksis menjalankan kegiatan usahanya.

Peranan pemerintah sekali lagi, diperlukan untuk menyediakan sarana distribusi yang memadai. Sarana yang dibentuk pemerintah itu, sekali lagi, tetap harus dalam pemahaman koperasi sebagai gerakan rakyat, sehingga jangan melakukan upaya-upaya “pengharusan” bagi koperasi untuk memakan sarana bentukan pemerintah itu. dalam aspek bisnis, koperasi –karena keterbatasan input modal—sulit untuk melakukan pemasaran (marketing) dan promosi (promotion). Karena itu, selaras dengan mapping product seperti diuraikan diatas, pemerintah melanjutkannya dengan memperkenalkan produk-produk yang menjadi unggulan dari daerah itu. Dengan demikian, output koperasi dapat dikenal dan permintaan potensial (potential demand) dapat menjadi permintaan efektif (effective demand).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Koperasi memiliki peluang seiring dengan krisis yang terjadi di Indonesia dan Asia pada umumnya. Kegagalan industri besar untuk menghasilkan pembangunan yang brkelanjutan, memberikan peluang bagi koperasi untuk menyatakan dirinya sebagai fundamental perekonomian.

Untuk menggapai peluang itu dan menempatkan kembali koperasi sebagai “soko guru” diperlukan perubahan radikal (mengubah dari akar masalah) dan komprehensif. Yang harus dibenahi segera adalah :

Pertama reorientasi dan reorganisasi koperasi. Koperasi diorientasi dan diorganisasikan sebagai bangun perusahaan yang profesional. Koperasi harus berdiri tegak sebagai bengun perusahaan yang mandiri dan efisien.

Kedua, reaktualisasi peranan pemerintah, seperti disebutkan pada uraian sebelumnya. Koperasi jangan lagi dieksploitasi menjadi jargon politik kepentingan.

Ketiga, pembenahan sestem ekonomi Indonesia sehingga kembali pada cita-cita didirikannya negara Republik Indonesia. Sistem, praktik dan peraturan-peraturan yang berjiwa kapitalistik-liberal-perkoncoan, harus segera diganti dan di-Pasal 33-kan, sehingga memberikan keleluasaan bagi koperasi dan unit usaha ekonomi rakyat lainnya dapat berkembang dan tidak ditindas oleh unit usaha yang besar dan kuat.